Ada banyak perilaku orang kafir yang tanpa sadar dijadikan acuan umat muslim dalam pergaulan.
Pertama: Tasyabbuh (meniru-niru) orang kafir dalam berpakaian.
Terutama kita lihat bagaimana model pakaian muda-mudi saat ini ketika
hari raya, tidak mencerminkan bahwa mereka muslim ataukah bukan. Sulit
membedakan ketika melihat pakaian yang mereka kenakan. Sungguh
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”[1][2]
Kedua: Mendengarkan dan memainkan
musik/nyanyian/nasyid di hari raya. Imam Al Bukhari membawakan dalam Bab
“Siapa yang menghalalkan khomr dengan selain namanya” sebuah riwayat
dari Abu ‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ari telah menceritakan bahwa dia
tidak berdusta, lalu beliau menyampaikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ
الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ ، وَلَيَنْزِلَنَّ
أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ ،
يَأْتِيهِمْ – يَعْنِى الْفَقِيرَ – لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ
إِلَيْنَا غَدًا . فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ ،
وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Sungguh,
benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang
menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik. Dan beberapa kelompok
orang akan singgah di lereng gunung dengan binatang ternak mereka.
Seorang yang fakir mendatangi mereka untuk suatu keperluan, lalu mereka
berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok hari.’ Kemudian Allah mendatangkan
siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung kepada mereka serta Allah
mengubah sebagian mereka menjadi kera dan babi hingga hari kiamat.”[3]
Jika dikatakan menghalalkan musik, berarti musik itu haram.[4]
Ibnu
Mas’ud mengatakan, “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati
sebagaimana air menumbuhkan sayuran.” Fudhail bin Iyadh mengatakan,
“Nyanyian adalah mantera-mantera zina.” Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian
itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.”[5]
Imam
Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang
sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan.
Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka
persaksiannya tertolak.”[6] Ibnu Taimiyah rahimahullah[7]
Ketiga: Wanita berhias diri ketika keluar rumah. Padahal seperti ini diharamkan di dalam agama ini berdasarkan firman Allah,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti
orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab: 33). Abu ‘Ubaidah
mengatakan, “TabarrujTabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap
hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[8] Seharusnya
berhias diri menjadi penampilan istimewa si istri di hadapan suami dan
ketika di rumah saja, dan bukan di hadapan khalayak ramai.
Keempat:
Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom. Fenomena ini merupakan
musibah di tengah kaum muslimin apalagi di hari raya. Tidak ada yang
selamat dari musibah ini kecuali yang dirahmati oleh Allah. Perbuatan
ini terlarang berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
كُتِبَ
عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ
فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا
الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا
الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى
وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah
ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak
bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga
dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah
dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati
adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang
nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[9] Jika kita
melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri
atau bukan mahrom- diistilahkan dengan zina. Hal ini berarti menyentuh
lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul
‘apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka
menunjukkan bahwa perbuatan tersebut juga haram’.”[10]
Lihat pula bagaimana contoh dari suri tauladan kita sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنِّي
لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِي
لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ أَوْ مِثْلِ قَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ
“Sesungguhnya
aku tidak akan bersalaman dengan wanita. Perkataanku terhadap seratus
wanita adalah seperti perkataanku terhadap seorang wanita, atau seperti
perkataanku untuk satu wanita.“[11]
Kelima:
Mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya ‘ied. Kita memang
diperintahkan untuk ziarah kubur sebagaimana sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ
“Sekarang
ziarah kuburlah karena itu akan lebih mengingatkan kematian.”[12] Namun
tidaklah tepat diyakini bahwa setelah Ramadhan adalah waktu terbaik
untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan
“nyadran”). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita
semakin lembut karena mengingat kematian. Masalahnya, jika seseorang
mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa
setelah Ramadhan (saat Idul Fithri) adalah waktu utama untuk nyadran
atau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari
ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.
Keenam: Tidak sedikit
dari yang memeriahkan Idul Fithri meninggalkan shalat lima waktu karena
sibuk bersilaturahmi. Kaum pria pun tidak memperhatikan shalat
berjama’ah di masjid. Demi Allah, sesungguhnya ini adalah salah satu
bencana yang amat besar. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[13]
‘Umar bin Khottob rahimahullah pernah mengatakan di akhir-akhir hidupnya,
لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
“Tidaklah disebut muslim orang yang meninggalkan shalat.”[14]
Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kaum muslimin tidaklah berselisih
pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu)
dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih
besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan
minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman
dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan
akhirat.”[15]
Adapun mengenai hukum shalat jama’ah, menurut pendapat
yang kuat adalah wajib bagi kaum pria. Di antara yang menunjukkan bahwa
shalat jama’ah itu wajib adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ
بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ، ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ، ثُمَّ
آمُرَ رَجُلاً فَيَؤُمَّ النَّاسَ ، ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ
فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ
”Demi Dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, ingin kiranya aku memerintahkan orang-orang untuk
mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan mereka untuk
menegakkan shalat yang telah dikumandangkan adzannya, lalu aku
memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam, lalu aku menuju
orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama’ah, kemudian aku bakar
rumah-rumah mereka”.[16]
Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan,
وَأَمَّا الجَمَاعَةُ فَلاَ اُرَخِّصُ فِي تَرْكِهَا إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ
“Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.”[17]
Ketujuh:
Begadang saat malam ‘Idul Fitri untuk takbiran hingga pagi sehingga
kadang tidak mengerjakan shalat shubuh dan shalat ‘ied di pagi harinya.
Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”[18]
Ibnu
Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka
begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan
shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh
berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang
begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian
sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur
lelap?!”[19]
Takbiran yang dilakukan juga sering mengganggu kaum
muslimin yang hendak beristirahat padahal hukum mengganggu sesama
muslim adalah terlarang. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
bersabda,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Muslim
(yang baik) adalah yang tidak mengganggu muslim lainnya dengan lisan
dan tangannya.”[20] Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan
hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum
muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti
lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang
yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”[21]
Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor
semut kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia
yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin
lebih dari itu?!
Kedelapan:
Memeriahkan ‘Idul Fithri dengan petasan. Selain mengganggu kaum
muslimin lain sebagaimana dijelaskan di atas, petasan juga adalah suatu
bentuk pemborosan. Karena pemborosan kata Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas
adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar. Qotadah
mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan
nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada
jalan untuk berbuat kerusakan.”[22] Allah Ta’ala berfirman,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS.
Al Isro’: 26-27). Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia
menjauhi sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan”. Dikatakan
demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal
ini.[23]
Akhir kata: “Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan)
perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku
melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal
dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud: 88)
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Menyerupai
orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian, penampilan dan
kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As
Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’). mengatakan, “Tidak ada satu
pun dari empat ulama madzhab yang berselisih pendapat mengenai haramnya
alat musik.” adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj
mengatakan, “
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber : http://nuurislami.blogspot.com/2012/11/8-kemungkaran-yang-tanpa-sadar.html
0 Komentar